Beranda | Artikel
Sifat Ibadurrahman (Bag. 3): Merasa Takut dan Khawatir terhadap Azab Neraka
9 jam lalu

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ ۖ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا إِنَّهَا سَآءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا

“Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahanam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal. Sesungguhnya jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.’” (QS. Al-Furqan: 65-66)

Hamba-hamba Ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih), di samping mereka senantiasa memperindah amal dan ibadahnya kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala, mereka masih merasa takut dan gentar terhadap azab dan murka-Nya. Inilah keadaan orang-orang mukmin yang sempurna. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَٱلَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآ ءَاتَوا۟ وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَٰجِعُونَ

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (QS. Al-Mu’minun: 60)

Yaitu, mereka senantiasa mengutamakan ibadah dan ketaatannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla, tetapi dalam hati mereka selalu ada rasa takut jikalau amal yang mereka kerjakan tidak diterima oleh Allah. Sehingga mereka pun khawatir akan mendapatkan azab dari Allah Subhanahu wa Ta’ala karenanya.

Inilah sifat yang sangat agung yang dimiliki oleh seorang ‘ibadur-rahman, mereka memperindah setiap amalannya, tetapi pada saat yang sama mereka juga merasa khawatir jika amal yang ia lakukan tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ayat ini, ( وَٱلَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآ ءَاتَوا۟ وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ ) ‘Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut.’ Apakah mereka itu adalah para peminum khamr dan pencuri?’ Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Tidak, wahai putrinya Ash-Shiddiq. Akan tetapi, mereka adalah orang-orang yang berpuasa, melaksanakan salat dan bersedekah, namun mereka masih merasa takut amalan mereka tidak diterima.’” (HR. Tirmidzi no. 3175, dan disahihkan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah no. 162)

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Seorang mukmin menghimpun antara kebaikan dan rasa takut kepada Allah, sedangkan orang munafik menghimpun antara keburukan dan rasa aman (dari azab Allah). Kemudian beliau membaca firman Allah, ( إِنَّ الَّذِينَ هُم مِّنْ خَشْيَةِ رَبِّهِم مُّشْفِقُونَ ) ‘Sesungguhnya orang-orang yang karena takut kepada Rabb mereka, merasa khawatir (akan azab-Nya)’.” (Diriwayatkan oleh Ath-Thabari dalam Tafsir-nya, 17: 68)

Orang munafik – wal ‘iyadzubillah – sangat buruk amalannya dan dia merasa aman dari azab Allah serta tidak ada takut sedikit pun (dalam hatinya). Berbeda dengan orang mukmin, karena ada rasa takut terhadap azab Allah yang akan menjadi penghalang baginya dari melakukan maksiat. Demikian pula rasa harap akan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadi pendorong baginya untuk semakin menambah amal-amal kebajikan dan mendekatkan diri kepada Allah Jalla wa ‘Ala. Allah Ta‘ala berfirman,

أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُۥ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُۥٓ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” (QS. Al-Isra: 57)

Dan ucapan hamba-hamba Ar-Rahman dalam doa mereka sebelumnya, ( رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ )  “Wahai Tuhan kami, jauhkanlah azab neraka jahanam dari kami.” Ini juga mencakup doa agar dijauhkan dari sebab-sebab yang membawa kepada azab neraka, dengan taufik dari Allah untuk menjauh darinya. Sebagaimana terdapat hadis sahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau telah mengajarkan kepada Aisyah, Ummul Mukminin, agar berdoa dengan mengucapkan,

اللَّهُمَّ إنِّي أسألُكَ الجَنَّةَ، وما قرَّبَ إليها من قولٍ أو عملٍ، وأعوذُ بكَ منَ النَّارِ، وما قرَّبَ إليها من قولٍ أو عملٍ

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu surga dan segala sesuatu yang mendekatkan kepadanya berupa ucapan maupun perbuatan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka dan segala sesuatu yang mendekatkan kepadanya berupa ucapan maupun perbuatan.” (HR. Ibnu Majah no. 3846, dan disahihkan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah no. 1542)

Dan ucapan mereka, ( إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا  ) “Sesungguhnya azabnya adalah kesengsaraan yang kekal”, maksudnya, azabnya itu kekal, terus-menerus, keras, dan tidak terputus. Kemudian, ( إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا ) “Sesungguhnya jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat tinggal.” Maksudnya, seburuk-buruk tempat menetap, dan seburuk-buruk tempat untuk hidup kekal (selamanya).

[Bersambung]

Kembali ke bagian 2

***

Penerjemah: Chrisna Tri Hartadi

Artikel Muslim.or.id

 

Referensi:

Kitab Shifatu ‘Ibadirrahman, karya Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizhahullah, hal. 14-16.


Artikel asli: https://muslim.or.id/108908-sifat-ibadurrahman-bag-3.html